BuletinKepri.com, Batam – Inovasi QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) dari Bank Indonesia tak lagi hanya menjadi alat transaksi dalam negeri. Kini, warga Indonesia dapat menggunakannya di luar negeri berkat kerja sama sistem pembayaran lintas batas antarnegara ASEAN.
Langkah ini merupakan bagian dari integrasi ekonomi digital kawasan Asia Tenggara yang diinisiasi oleh lima negara ASEAN: Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Filipina. Tujuan utamanya adalah menciptakan sistem transaksi yang lebih efisien, aman, dan inklusif di antara negara-negara yang memiliki hubungan ekonomi dan mobilitas masyarakat yang tinggi.
Bagi masyarakat Kepulauan Riau, kemajuan ini menjadi peluang yang mesti disambut dengan cerdas, sejalan dengan nilai-nilai budaya Melayu, seperti petuah lama dalam Gurindam 12 karya Raja Ali Haji:
“Jika hendak mengenal orang berilmu,
Bertanya dan belajar tiadalah jemu.” (Gurindam 12, Pasal 2)
Yani, seorang warga asal Tanjungpinang, mengaku telah merasakan langsung manfaat sistem ini. Ia menilai, penggunaan QRIS sangat memudahkan aktivitas belanjanya selama berlibur di negara Malaysia.
“Pas pertama coba di minimarket, saya cukup scan QR lokal pakai dompet digital dari Indonesia, langsung sukses. Gak ribet,” ujarnya kepada BuletinKepri.
Kemudahan seperti ini tidak hanya dirasakan oleh warga Indonesia, tetapi juga memberikan kenyamanan bagi mitra usaha di luar negeri yang kini lebih mudah menerima pembayaran dari wisatawan Indonesia tanpa harus menukar uang terlebih dahulu. Sistem ini juga mendukung gaya hidup nontunai (cashless) yang semakin populer, terutama di kalangan generasi muda.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau, Rony Widijarto P, menjelaskan bahwa implementasi QRIS lintas negara bukan hanya soal efisiensi transaksi, tetapi juga menjadi penguat konektivitas ekonomi lintas batas, terutama di wilayah perbatasan seperti Kepri.
“Wilayah Kepri yang berbatasan langsung dengan Malaysia dan Singapura sangat strategis. Dengan QRIS, interaksi ekonomi lintas negara bisa berjalan lebih cepat dan aman. Ini membuka peluang besar bagi sektor UMKM, pariwisata, hingga perdagangan antardaerah,” jelasnya.
Pemerintah daerah melalui Dinas Pariwisata serta Dinas Koperasi dan UMKM juga tengah aktif melakukan sosialisasi pemanfaatan QRIS kepada pelaku usaha lokal. Tujuannya, agar para pelaku UMKM tidak hanya menjadi penerima manfaat pasif, tetapi juga mampu memaksimalkan teknologi dalam pengembangan usahanya.
Menurut Rony, penggunaan QRIS oleh wisatawan asing saat berbelanja di Batam atau Tanjungpinang, serta warga Kepri saat bepergian ke luar negeri, menciptakan arus ekonomi dua arah yang sehat. Hal ini memperkuat posisi Kepri sebagai koridor utama aktivitas ekonomi lintas batas di Asia Tenggara.
“Kepri memiliki potensi besar sebagai pintu gerbang ekonomi digital ASEAN. QRIS adalah salah satu instrumen yang bisa menjadikan daerah ini lebih terbuka dan kompetitif di era digital,” tambahnya.
Namun, di tengah antusiasme negara-negara ASEAN, ekspansi QRIS juga menarik perhatian dunia. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, bahkan menyuarakan kekhawatirannya terhadap sistem pembayaran non-dolar yang mulai mendapat tempat di kawasan Asia.
“Kita tidak bisa membiarkan sistem asing seperti ini mengambil alih transaksi global. Itu bisa mengancam kekuatan ekonomi Amerika,” ujar Trump dalam wawancara dengan media konservatif AS.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa dinamika sistem pembayaran digital tidak lagi semata-mata menyangkut teknologi, tetapi juga menyinggung aspek geopolitik dan dominasi mata uang dalam perekonomian global.
Menanggapi hal itu, Rony menegaskan bahwa QRIS bukanlah alat persaingan mata uang, melainkan sebuah jembatan ekonomi antarkawasan.
“QRIS tidak menggeser dolar, tapi menciptakan kemudahan dan keterhubungan. Sistem ini meningkatkan inklusi keuangan, mempercepat digitalisasi, dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal,” katanya.
Ia juga menambahkan bahwa infrastruktur pembayaran seperti QRIS sangat potensial dalam mendorong perkembangan sektor informal dan memperluas akses masyarakat kecil ke layanan keuangan formal.

Dalam konteks budaya Melayu, tokoh pemuda Melayu di Kota Tanjungpinang, Ihsan Imaduddin, menilai masyarakat Kepri mampu bersikap bijak dalam menyikapi perkembangan teknologi. Hal itu, menurutnya, sejalan dengan nilai-nilai kearifan lokal yang tertuang dalam karya sastra klasik.
“Barang siapa mengenal yang tersebut,
Tahulah ia makna takut.” (Gurindam 12, Pasal 9)
Menurut Ihsan, petuah itu mencerminkan pentingnya kehati-hatian dalam menyikapi setiap kemajuan. “Budaya kita mendorong masyarakat untuk tetap rasional, tidak mudah terpancing hype, dan mengedepankan literasi saat menerima hal-hal baru,” tuturnya.
Dengan semangat budaya yang menjunjung ilmu dan kebijaksanaan, masyarakat Kepulauan Riau diharapkan terus beradaptasi terhadap teknologi seperti QRIS. Bukan hanya untuk mengejar kemajuan, tetapi juga untuk memperkuat identitas dan daya saing ekonomi daerah di tengah arus digitalisasi global.
Langkah kolaboratif antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan pemanfaatan QRIS secara maksimal. Melalui pemahaman, edukasi, dan partisipasi aktif, sistem ini diyakini mampu menjadi solusi transaksi modern yang sejalan dengan karakter masyarakat Melayu yang arif dan bijaksana.
(BS)